Dosa-dosa Besar
Terdapat
perbedaan pendapat di antara para ulama` tentang jumlah macam-macam dosa besar
itu. Ada yang
mengatakan 3, ada yang mengatakan 7, ada pula 9 dan ada pula 70 sampai ada 300
macam. Di antaranya disebutkan Rasulullah SAW
seperti yang di riwayatkan oleh Imam Muslim, syirik kepada Allah SWT, membunuh
anak karena takut miskin, men-zina-hi istri tetangga, durhaka terhadap kedua
orang tua, bersaksi bohong, membunuh, bermain sihir, memakan harta anak yatim
dll.
Adapun secara
garis besar macam dosa besar yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Menyekutukan
Allah
Yaitu dengan menjadikan selain Allah sebagai tandingan dan sekutu dalam
segala hal dan sekecil apapun sebagaimana yang termaktub dalam ayat diatas “Janganlah
kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia”, Seluruh manusia harus mengakui
bahwa Allah adalah Esa, tidak ada sesuatupun yang patut disembah, diminta
pertolongan dan dipatuhi kecuali Allah SWT. Kadang masyarakat kita tidak sadar
melakukan sesuatu yang menyimpang dalam berdoa dan memohon kepada Allah. Bahkan
ada diantara mereka, karena begitu lama hidup dalam kesulitan dan kemiskinan
lalu lari kekuburan, tempat-tempat keramat dan perdukunan agar diberikan jalan
hidup yang lebih baik.
Syirik terbagi pada dua bagian : syirik akbar dan syirik ashgar, yang
mana dari kedua bagian tersebut memiliki dua bahagian : dzahirun jali
(yang tampak nyata) dan bathinun khafi (yang samar tersembunyi). Adapun maksud dari syirik akbar adalah
menjadikan sekutu bagi Allah dalam melakukan sesuatu perbuatan yang seharusnya
perbuatan itu hanya ditujukan kepada Allah, seperti menjadikan tuhan-tuhan lain
bersama Allah, baik secara terang-terangan dengan mentaati, menyembah, memohon
pertolongan selain kepada Allah, dan tersembunyi, seperti sifat sombong,
takabbur dan ujub, yang kesemua hal tersebut merupakan bagian syirik yang
tersembunyi, sebagainana dijelaskan oleh Rasulullah saw bahwa Allah SWT tidak
akan memasukkan seorang hamba kedalam surga apabila didalam hatinya ada sebesar
atom (biji sawi) dari sifat takabbur. Atau bersumpah dan bernadzar kepada
selain Allah, : “Kemusyrikan lebih samar ketimbang derap langkah semut diatas
batu hitam dimalam yang gelap gulita”. Adapun yang dimaksud dengan syirik kecil
adalah , menganggap sesuatu benda memiliki kekuatan gaib, seperti memakai
kalung dan benang sebagai jimat, peramal, dukun atau tenung dan guna-guna.
Kedua bagian dari syirik tersebut diatas merupakan dosa besar yang tidak
akan diampuni oleh Allah SWT. Seperti yang telah difirmankan dalam surat An-Nisa ayat 116 : “sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukkan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia
mengampuni dosa yang selain dari syirik
itu bagi siapa yang dikehendaki. Dan barangsiapa mempersekutukkan (sesuatu)
dengan Allah, maka ia telah tersesat sajauh-jauhnya”.
Satu hal yang
dianggap syirik oleh Allah adalah melakukan kurban untuk berhala-berhala atau
selain Allah. Bentuknya tidak terbatas hanya pada menyembelih binatang, tetapi
juga dengan mempersembahkan sesajen ke laut dan sejenisnya. Perbuatan ini
jelas-jelas berbau syirik. Namun, setan membungkusnya dengan berbagai hal yang
berbau Islami, sehingga orang-orang yang tidak mengerti menyangka bahwa apa
yang mereka lakukan adalah ajaran Islam, padahal tidak sama sekali. Setan tidak
hanya masuk melalui pintu-pintu kejahatan untuk menyesatkan manusia, tetapi ia
juga masuk melalui pintu-pintu ibadah dengan menimbulkan ritual baru yang
dibungkus dengan beberapa hal berbau Islam. Tujuannya tak lain adalah
menyesatkan kaum muslimin dan manusia pada umumnya. Di negeri ini ritual-ritaul
pengorbanan dan persembahan sesajen masih sangat sering dilakukan di berbagai
pelosok. Yang menyedihkan adalah mereka yang melakukannya notabene adalah kaum
muslimin, bahkan mereka menganggap hal itu ajaran Islam. Subhaanallah...!
Juga sama
halnya dengan mengundi nasib, meramal, dan sejenisnya. Nasib adalah perkara
gaib yang tidak diketahui, kecuali oleh Allah. Para
peramal itu hanya menerka-nerka dan sebagian meneruskan bisikan setan
kepadanya. Sesuatu yang bersifat spekulatif kadang-kadang memang mengena,
tetapi itu tetap tidak mengubah statusnya dari hal yang spekulatif. Ramalan
bintang, shio, membaca telapak tangan, kartu tarot, dan sejenisnya merupakan
variasi bentuk dari meramal dan mengundi nasib. Bentuk berbeda, tetapi
hakikatnya sama. Jadi semua dosa kemungkinan dapat diampuni oleh Allah SWT
kecuali syirik sebab syirik merupakan pangkal segala kejahatan dan sumber dosa
yang dilakukan manusia. Orang musyrik sama dengan orang yang mengingkari keberadaan Allah SWT.
2. Sihir
Sihir adalah perbuatan syetan yang
disampaikan kepada manusia sehingga dirinya merasa punya kekuatan, menetahui
yang ghaib dan lain sebagainya. Syetan mengajarkan sihir untuk menyesatkan pelaku
dan umat manusia, sehingga orang yang melihat sihir seakan suatu kebenaran.
Sebagaimana firman Allah :
وَاتَّبَعُوْا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِيْنُ عَلَى مُلْكِ
سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِيْنُ كَفَرُوا
يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ
“Dan
ikutilah apa yang dibacakan oleh syetan atas kerajaan Sulaiman, padahal
Sulaiman tidak ingkar (kepada Allah) namun syetanlah yang ingkar, mereka
mengajarkan kepada manusia sihir”. (Al-Baqoroh : 102)
Dalam
keseharian kita banyak kita temui jenis-jenis sihir, baik dukun, santet,
pellet, meramal, mengundi nasib dan lain sebagainya. Dan apapun jenisnya sihir
adalah bagian dari kafir dan dosa besar.
3. Membunuh jiwa yang diharamkan Allah
kecuali dengan cara yang benar
Membunuh jiwa yang diharamkan kecuali karena ada sesuatu sebab yang
benar. Seperti yang ditegaskan dalam firman Allah : “Dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu
(sebab) yang benar”. Yaitu membunuh orang lain tanpa ada sebab dan alasan
yang dibenarkan Islam seperti mempertahankan aqidah dan jiwa dalam perang,
qishas (membunuh pembunuh seseorang secara sengaja) , membunuh orang yang
murtad dan terang-terangan memusuhi Islam dan berzina padahal sudah menikah.
Rasulullah saw pernah bersabda : “Tidak dihalalkan darah seorang muslim yang
bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah dan aku adalah Rasulullah melainkan
dengan salah satu dari tiga sebab : Pezina yang sudah menikah, jiwa dengan jiwa
dan orang yang meninggalkan agama serta memisahkan diri dari jama’ah”.
Isyarat
diatas tidak terbatas pada pengharaman membunuh jiwa namun mencakup pada
perbuatan yang menjurus pada pembunuhan,
seperti permusuhan dan adu domba sehingga orang lain bertikai dan saling
membunuh, dengki dan lain-lain pada perbuatan yang akibatnya menghilangkan
nyawa orang lain karenaynya.
Dalam ayat lain Allah SWT banyak mengisyaratkan akan pelarangan tiga
perkara; syirik, zina, dan membunuh jiwa saling beriringan, karena ketiga hal
tersebut merupakan tindak kriminal yang dikatagorikan sebagai pembunuhan.
Syirik misalnya dapat membunuh fitrah dan hati yang terdapat dalam diri
manusia, zina dapat membunuh kehidupan sosial dan jamaah, sedangkan yang ketiga
merupakan pembunuhan jiwa seseorang secara sengaja tanpa ada alasan yang
dibenarkan.
Orang yang membunuh seseorang disebut pembunuh, fasiq, dzalim atau
pendurhaka dan kafir. Sebagaimana disabdakan dalam hadits Rasulullah saw : “memaki-maki
orang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekafiran (HR. Bukhari,
Muslim dan Ibnu majah).
Adapun ganjaran bagi orang yang membunuh adalah dosa besar, walaupun
yang dibunuh adalah musuh Allah atau orang kafir yang memiliki ikatan
perjanjian damai dengan negara Islam dan telah mendapatkan jaminan keamanan.
Seperti yang disabdakan Rasulullah saw : “Barangsiapa yang membunuh kafir
mu’ahad (orang kafir yang tinggal di negeri yang terikat perjanjian damai
dengan negara Islam), maka ia tidak akan dapat mencium bau surga. Ketahuilah
bahwa bau surga itu dapat dicium dari jarak perjalanan empat puluh tahun. (HR.
Bukhari, Muslim dan Ibnu majah).
Sedangkan ganjaran orang yang membunuh orang mukmin dengan sengja maka
hukumannya adalah neraka Jahannam (An-Nisa : 93). Dalam hadits disabdakan : “Lenyapnya
dunia ini lebih ringan menurut Allah daripada membunuh seorang mukmin tanpa
adanya alasan yang benar”. (HR. Ibnu majah).
Dan yang
termasuk membunuh yang dilarang Allah juga adalah membunuh anak yang telah
diamanahkan Allah karena takut jatuh miskin dan melarat, karena Allah sendiri
yang akan memberi rizki kepada mereka. Seperti yang telah difirmankan Allah : “janganlah
kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizki
kepadamu dan kepada mereka”.
Orang-orang Arab semasa jahiliyah biasa membunuh anak putrinya
hidup-hidup. Sebgaian diantara mereka ada yang didorong rasa cemburu, ada yang
takut miskin, dan mayoritas melakukannya karena untuk menghindari rasa malu dan
aib. Sehingga Allah menurunkan ayat yang melarang mereka membunuh anak, entah
apa pun alasannya. Sebab Allahlah yang
menciptakan, memberi rezki dan sudah menjamin bagi hamba-hamba-Nya segala
kebutuhan hidupnya.
Larangan membunuh anak mengisyaratkan akan keuniversalitasan ajaran
Islam dan keunikannya, dimana setelah Allah SWT menjabarkan akan hak orang tua
dari anaknya dan kewajiban anak terhadap oang tua, Allah juga tidak
mengesampingkan akan hak anak dari orang tuanya dan kewajiban orang tua
terhadap anaknya. Keduanya harus saling beriringan dan sejalan saling
memberikan perhatian antara keduanya. Jangan sampai seorang bapak menuntut
kepada anaknya untuk berbuat baik kepadanya sementara ia sendiri tidak
melaksanakan kewajibannya sebagai seorang bapak terhadap anaknya; mendidik dan
mengasuhnya serta membimbingnya dengan baik. Patut disadari bahwa bimbingan,
arahan dan didikan orang tua kepada anaknya akan mempengaruhi jiwa anak
tersebut, baik dan buruknya seorang anak bergantung pada didikan orang tuanya.
Tentunya pemenuhan kewajiban orang tua terhadap anaknya merupakan
langkah pertama sebelum anak melakukan kewajibannya dihadapan orang tuanya untuk
berbuat baik seperti memeliharanya, memberinya makan, mendidik dan mengasuhnya,
memberi sesuatu yang terbaik kepadanya dan kewajiban-kewajiban lainnya. Ketika
semua kewajibannya telah terpenuhi maka
orang tua berhak menuntut haknya kepada anaknya, paling tidak sebagai imbalan
atas pemenuhan kewajiban-kewajiban ini, orang tua berhak mendapat penghormatan,
ketaatan, perlakuan baik, kasih sayang dan perhatian yang mereka perlukan
dihari tua.
4. Berbuat
keji, baik secara terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi.
Hal ini diidsyaratkan dalam firman-Nya : “Dan janganlah kalian
mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak diantaranya maupun
yang tersembunyi”.
Para
mufassirin menafsirkan maksud dari kalimat “al-fawahis”, dengan segala
bentuk kemungkaran dan kekejian, yang berarti Allah melarang semua kemungkaran
dan kekejian, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, agar manusia terjauhkan
dari hal-hal yang kotor dan yang dapat
menodai kehormatannya. Sebagian mufassirin lainnya mengartikan makna kalimat
tersebut dengan Zina, dan ditulis dalam bentuk jama’ (plural), karena
kemungkaran tersebut memiliki banyak pendahuluan yang dapat menarik kepada
perbuatan keji tersebut seperti tabarruj (buka-bukaan), ikhtilath (campur
baur antara laki-laki dan wanita), pacaran, pergaulan bebas, mengumbar senyum
dan aurat, dan lain-lain yang
menyebabkan orang terjerumus dalam perzinaan. pendapat tersebut diperkuat
dengan adanya kalimat “la taqrabu” (jangan mendekati). karena langkah
untuk mencegah terjadinya perbuatan tersebut adalah jangan sekali-kali
mendekati perbuatan yang menjurus kepada perbuatan zina.
Adapun
maksud dari kalimat “terang-terangan dan sembunyi-sembunyi” adalah bahwa segala
kemungkaran dan kekejian haram hukumnya tanpa terkecuali baik yang dilakukan
dengan terang-terangan dan sembunyi. Diriwayatkan oleh imam ibnu Abbas, beliau
berkata : “Semasa jahiliyah mereka menganggap zina bukan dosa selagi dilakukan
secara tersembunyi, dan mereka menganggapnya keburukan jika dilakukan
terang-terangan dan terbuka”.
5. Memakan harta orang lain dan harta
anak yatim dengan cara yang bathil
Allah SWT
berfiman :
وَلاَ تَأْكُلُوا
أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ
تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Dan
janganlah kalian memakan harta sebagian dari kalian dengan bathil, kecuali
mellaui jual beli dan saling ridlo” (An-Nisa : 29)
وَلاَ تَأْكُلُوا
أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلىَ الْحُكَّامِ
لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنْتُمْ
تَعْلَمُوْنَ
Dan firman Allah
:
“Dan
janganlah kalian memakan harta diantara kalian dengan cara yang bathil, kalian
mengambilnya melalui hakim (pengadilan) agar kalian dapat memakan harta
sekelompok manusia dengan dosa sedangkan kalian mengetahui”. (Al-Baqoroh : 188)
Dan juga firman Allah :
إِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ
أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِي بُطُوْنِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ
سَعِيْرًا
“Sesungguhnya orang yang memakan harta
anak yaitm dengan cara dzalim sesunggunya mereka memasukkan api neraka dalam
perut mereka, dan mereka akan dimasukkan kedalam neraka sa’ir”. (An-Nisa : 10)
وَآتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ
وَلاَ تَتَبَدَّوُاالْخَبِيْثَ بِالطَّيِّبِ وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلىَ
أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوْبًا كَبِيْرًا
“Dan ambillah harta anak yatim (dengan
cara yang baik) dan janganlah kamu ganti keburukan dengan kebaikan, dan
janganlah kamu memakan harta mereka seperti harta kamu sendiri, karena
sesungghnya yang demikian itu adalah merupakan dosa yang besar”. (An-Nisa : 2)
6. Memakan harta riba
Allah SWT
berfirman : "Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian disebabkan mereka berkata bahwa sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah datang kepadanya larangan dari Tuhannya, kemudian
ia berhenti (dari mengambil riba) maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum turun larangan) dan urusannya (terserahkan) kepada Allah. Dan
barangsiapa yang mengulangi (mengambil riba) maka mereka itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekufuran dan selalu berbuat dosa." (Al-Baqarah: 275--276).
Riba itu ada
dua macam: nasi-ah dan fadhl. Riba nasi-ah ialah
pembayaran yang dilakukan oleh yang berhutang kepada yang memberi utang
melebihi jumlah hutang. Riba fadhl adalah penukaran suatu barang dengan
barang sejenis, tetapi yang satu lebih banyak kadar atau jumlahnya dari yang
lain, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi dan sebagainya.
Riba adalah
masalah yang selalu muncul di setiap generasi sejarah kehidupan manusia. Bahaya
riba yang sangat memberatkan bagi kaum lemah menjadi momok yang sangat
menakutkan. Yang tentu saja menjadikan kaum lemah akan tetap dalam kemiskinan
dan kesulitan. Disamping itu, memang ada pihak yang diuntungkan secara
finansial oleh riba. Keuntungan-keuntungan inilah yang membuat orang yang telah
merasa kesenangan mendapatkan harta riba, sulit untuk meninggalkannya.
Kesenangan yang harus didapat dengan mengabaikan kesulitan saudaranya.
Kesenangan yang tentunya harus mengabaikan jiwa tolong-menolong antar-sesama.
Yang tersisa hanya keinginan mendapatkan keuntungan di atas kesulitan dan
penderitaan orang lain.
Negara kita
sekarang sedang mengalami bagaimana beratnya tekanan dililit oleh utang yang
merupakan riba. Bahkan, untuk membayar bunganya saja, negara yang kaya ini
hampir tidak mampu, apalagi hutang pokoknya. Memang riba selalu membuat orang
yang berhutang mengalami kesulitan tiada henti selama ia tidak berhenti dari
riba. Walaupun ada yang kaya karena riba, kekayaan itu adalah kekayaan semu
yang rapuh pondasinya. Bagaimana dapat kita saksikan, ketika krisis mulai melanda
negeri ini, banyak konglomerat yang rontok habis. Dulunya mereka kelihatan
gagah dan kokoh, tetapi begitu catatan hutang dipaparkan, semua kejayaan semu
itu langsung menguap tak berbekas.
Dengan
melibatkan diri dalam hutang dengan sistem riba, secara tak sadar kita telah
menjual negara kita ini sedikit demi sedikit kepada orang asing, sementara kita
bersikap masa bodoh dengan kekayaan yang Allah anugrahkan kepada kita. Bahkan,
kita biarkan orang asing menggarapnya dengan pembagian yang tidak adil dan tidak
rata.
Dalam
menyikapi riba ada dua macam manusia: yang menerima dan yang menolak. Yang
menerima biasanya beralasan seperti yang diungkapkan ayat di atas, bahwa mereka
menyamakan antara riba dengan jual beli. Padahal, Allah telah menghalalkan jual
beli dan telah mengharamkan riba. Mereka yang tetap mengambil dan memakan riba
setelah jelas haramnya adalah orang-orang yang membangkang dan melanggar
perintah Allah. Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang kerasukan setan,
berdiri tidak kokoh dan gontai serta linglung. Adapun orang yang menolak riba
setelah diharamkan oleh Allah, maka mereka itu terbagi kepada dua kelompok,
yaitu: kelompok yang meninggalkan riba dan menyadari dosanya serta tak mau
kembali terjerumus ke dalam kubangan riba. Yang kedua orang yang sadar sesaat
setelah jelas haramnya riba, namun ia kemudian kembali terjerumus ke dalam
riba. Orang yang bersikap demikianlah yang mendapat ancaman dari Allah dengan
siksa neraka dan bahwa mereka kekal di dalamnya. Karena menolak hukum Allah yang
nyata adalah suatu kekufuran, dan orang kafir kekal di neraka.
Tentunya
sikap muslim dan mukmin sejati adalah meninggalkan riba secara total setelah
jelas keharamannya, dan tidak kembali lagi melakukannya setelah itu. Karena
meninggalkan total suatu larangan merupakan wujud dari kesungguhan, sedangkan
bersikap angin-anginan merupakan bukti ketidakseriusan dan main-main.
Selanjutnya
Allah menerangkan bahwa Dia menyuburkan sadaqah, dengan pengertian yang sangat
luas, termasuk menambah rezeki orang yang bersedekah dan pahala yang berlipat
ganda baginya, memberi berkah pada sadaqahnya itu sehingga bermanfaat dengan
baik. Sadaqah juga melanggengkan silaturahmi dan hubungan antar manusia,
menumbuhkan jiwa tolong-menolong dan kepedulian akan kepedihan orang lain, dan
masih banyak lagi hal-hal positif dari sadaqah.
Sementara
riba, maka Allah akan memusnahkannya dengan pengertian hilangnya berkah
darinya, merenggangkan tali silaturahmi dan bahkan memutuskannya. Mengeraskan
hati sehingga tidak peduli nasib orang lain, menumbuhkan kesombongan dan
keangkuhan serta membiasakan diri mempersulit orang yang dalam kesulitan, dan
lain-lain. Semua itu adalah perkara-perkara yang akan membawa pada kehancuran
dan kebinasaan.
Islam
mempunyai prinsip tolong menolong dalam memberikan hutang kepada sesama
manusia. Adalah tidak bijaksana memaksakan orang yang sedang kesulitan untuk
memberi keuntungan kepada kita. Bahkan, belum tentu dengan uang hutang itu dia
bisa mencukupi kebutuhan dirinya sendiri. Jika seseorang yang berhutang dalam
kesulitan pada saat jatuh tempo, Islam menganjurkan untuk memberi tenggang
waktu sampai dia berada dalam kemudahan untuk melunasi hutangnya itu. Bahkan,
yang lebih baik adalah dengan menyedekahkan hutang itu kepadanya jika diketahui
bahwa dia memang tidak mampu mengembalikannya, karena dengan demikian ia telah
memberinya kemudahan. Dan barangsiapa yang memudahkan urusan saudaranya niscaya
Allah akan memudahkan urusannya, di dunia maupun di akhirat.
7. Lari dari medan perang
8. Zina
Allah SWT
berfirman : "Dan janganlah kamu
mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk." (Al-Israa': 32).
Membaca,
memahami, dan merenungkan ayat ini, kemudian melihat kenyataan dalam hidup
masyarakat kita saat ini sungguh akan membuat kita merinding dan malu.
Bagaimana tidak? Salah satu dosa besar yang dimurkai Allah telah menjadi hal
yang biasa dilakukan sebagian masyarakat kita tanpa malu-malu dan rasa takut.
Segala pintu dan sarana pendukung menuju ke arah perbuatan zina tersebar luas
dengan sangat leluasa tanpa hambatan yang berarti.
Alat
propaganda zina demikian luas jaringan dan jangkauannya, ditambah lagi dengan
harga yang murah : mulai dari koran harian, mingguan, tabloid, majalah,
tayangan televisi, vcd-vcd nista yang berhamburan di pasar-pasar terbuka, yang
kesemuanya itu dapat diakses oleh siapa pun juga. Protes-protes dan demonstrasi
yang sering terjadi yang menentang hal-hal seperti ini hanya ditanggapi dingin
oleh pemerintah beserta aparat berwenang. Mereka lebih sibuk mengurus diri
mereka sendiri. Mereka siap menggadaikan moral bangsa ini dengan segepok dolar
atau sedikit julukan modern.
Bahkan,
iklan-iklan yang menyerukan masyarakat untuk menghindari AIDS pun tidak kalah
hebatnya dalam melegalkan perzinaan. Bukannya melarang dan mencegah orang dari
zina agar terhindar dari AIDS, malah dengan gayanya secara tidak langsung telah
mengatakan silahkan berzina tapi pakailah kondom. Apakah kondom memang dapat
mencegah AIDS? Tidak, ada sebagian dokter yang telah meneliti mengatakan bahwa
ternyata pori-pori kondom jauh lebih besar dari virus HIV. Hal ini hanya dapat
dilihat dengan alat khusus. Hanya satu cara aman dari AIDS, yaitu hindari dan
jauhi zina.
Ayat di atas
melarang kita untuk mendekati zina. Artinya, segala hal yang merupakan jalan
menuju perzinaan harus kita jauhi, apalagi zinanya sendiri, tentunya lebih
wajib kita jauhi. Perlu juga kita sadari bahwa segala keterbukaan dan kebebasan
yang salah kaprah ini pasti menimbulkan akibat yang tidak ringan pada masyarakat
kita. Suatu keburukan akan lebih cepat menular dibanding kebaikan. Sudah sangat
banyak terjadi pelecehan seksual terhadap anak-anak, remaja, dan wanita dewasa
yang merupakan dampak dari nafsu birahi yang terpancing oleh segala hal-hal
yang menggiring orang untuk berzina. Betapa banyak rumah tangga yang hancur
berantakan gara-gara zina yang tidak hanya mengorbankan suami istri tetapi juga
anak-anak mereka. Korban-korban perkosaan dan pelecehan akan membawa aib seumur
hidup, sementara pelakunya hanya dihukum dalam hitungan tahun atau bulan yang
ringan.
Banyak
sekali keburukan dan kerugian zina, baik secara materi, psikologi, agama,
moral, sosial, dan keluarga, serta lain-lainnya. Masalahnya sekarang, apakah
kita mau belajar dari peristiwa-peristiwa yang telah lalu untuk menghindari
zina? Bukankah Allah telah menghalalkan pernikahan? Bahkan, dihalalkan menikah
sampai empat orang istri? Tetapi anehnya kebanyakan masyarakat kita justru
memandang jelek terhadap orang yang berpoligami, dan memandang orang yang
berzina, melacur, dan sejenisnya biasa-biasa saja seakan-akan hal itu
halal-halal saja. Subhaanallah, kita harus segera introspeksi diri dan taubat
sebelum Allah menurunkan azab-Nya. Sekarang memang sudah serba terbalik. Yang
haram dianggap halal dan yang halal dianggap haram. Na'uudzu billah.
9. Menuduh wanita yang suci melakukan
zina
Selain
perzinahan yang dilarang Allah, juga kita diperintahkan untuk menjauhi diri
dari menuduh orang lain melakukan perzinahaan tanpa bukti yang cukup dan jelas.
Allah SWT
berfirman :"Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan
yang keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab
yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak
mengetahui." (An-Nuur: 19).
0 komentar:
Posting Komentar