Sudah mencukupi rukun syukur kita????
Para ulama menyebutkan bahwa rukun syukur ada tiga, yaitu I’tiraaf
(mengakui), tahaddust (menyebutkan) dan Taat.
Al-I’tiraaf
Pengakuan bahwa segala nikmat dari Allah adalah suatu prinsip yang sangat
penting, karena sikap ini muncul dari ketawadhuan seseorang. Sebaliknya jika
seseorang tidak mengakui nikmat itu bersumber dari Allah, maka merekalah
orang-orang takabur. Tiada daya dan kekuatan kecuali bersumber dari Allah saja.
“ Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah dialah yang
Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji” (QS Fathir 15).
Dalam kehidupan modern sekarang ini, orang-orang sekuler menyandarkan
segala sesuatunya pada kemampuan dirinya dan mereka sangat menyakini bahwa
kemampuannya dapat menyelesaikan segala problem hidup. Mereka sangat bangga
terhadap capaian yang telah dirah dari peradaban dunia, seolah-olah itu adalah
hasil kehebatan ilmu dan keahlian mereka. Pola pikir seperti sama dengan pola
pikir para pendahulu mereka seperti Qarun dan sejenisnya. “ Sesungguhnya
harta kekayaan ini, tidak lain kecuali
dari hasil kehebatan ilmuku” (QS Al-Qashash 78).
Dalam konteks manhaj Islam, pola pikir seperti inilah yang menjadi sebab
utama masalah dan problematika yang menimpa umat manusia sekarang ini. Kekayaan
yang melimpah ruah di belahan dunia barat hanya dijadikan sarana pemuas
syahwat, sementara dunia Islam yang menjadi wilayah jajahannya dibuat miskin,
menderita dan terbelakang. Sedangkan umat Islam dan pemerintahan di negeri muslim
yang mengikuti pola hidup barat kondisi kerusakannya hampir sama dengan dunia
barat tersebut bahkan mungkin lebih parah lagi.
I’tiraaf adalah suatu bentuk pengakuan yang tulus dari orang-orang beriman
bahwa Allah itu ada, berkehendak dan kekuasaannya meliputi langit dan bumi.
Semua mahluk Allah tidak ada yang dapat lepas dari iradah (kehendak) dan qudrah
(kekuasaan) Allah.
At-Tahadduts
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu
siarkan” (QS Ad-Duhaa 11).
Abi Nadhrah berkata, “ Dahulu umat Islam melihat bahwa diantara bentuk
syukur nikmat yaitu mengucapkannya”. Rasul saw. bersabda, “ Tidak bersyukur
kepada Allah orang yang tidak berterima kasih pada manusia” (HR Abu Dawud dan
At-Tirmidzi). Berkata Al-Hasan bin Ali, “ Jika anda melakukan (mendapatkan)
kebaikan, maka ceritakan kepada temanmu”. Berkata Ibnu Ishak, “ Sesuatu yang
datang padamu dari Allah berupa kenikmatan dan kemuliaan kenabian, maka
ceritakan dan dakwahkan kepada manusia.
Orang beriman minimal mengucapkan hamdalah (Alhamdulillah) ketika
mendapatkan kenikmatan sebagai refleksi syukur kepada Allah. Demikianlah betapa
pentingnya hamdalah, dan Allah mengajari pada hamba-Nya dengan mengulang-ulang
ungkapan Alhamdulillah dalam Al-Qur’an dalam mengawali ayat-ayat-Nya.
Sedangkan ungkapan minimal yang harus diucapkan orang beriman, ketika
mendapatkan kebaikan melalui perantaraan manusia, mengucapkan pujian dan do’a,
misalnya, Jazaakallah khairan (semoga Allah membalas kebaikanmu). Disebutkan
dalam hadits Bukhari dan Muslim dari Anas ra, bahwa kaum Muhajirin berkata pada
Rasulullah saw. ,”Wahai Rasulullah saw orang Anshar memborong semua pahala”.
Rasul saw. bersabda,” Tidak, selagi kamu mendo’akan dan memuji kebaikan mereka”
.
Dan ucapan syukur yang paling puncak ketika kita menyampaikan kenikmatan
yang paling puncak yaitu Islam, dengan cara mendakwahkan kepada manusia.
At-Tha’ah
Allah menyebutkan bahwa para nabi adalah hamba-hamba Allah yang paling
bersyukur dengan melaksanakan puncak ketaatan dan pengorbanan. Dan contoh-contoh tersebut sangat nampak pada
5 Rasul utama, nabi Nuh as, nabi Ibrahiim as, nabi Musa as, nabi Isa as dan
nabi Muhammad saw. Allah SWT. Menyebutkan tentang Nuh as. “Sesungguhnya dia
(Nuh as) adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur (QS Al-Israa 3).
Dan lihatlah bagaimana Aisyah ra
menceritakan tentang ketaatan Rasulullah saw. Suatu saat Rasulullah saw.
melakukan shalat malam sehingga kakinya terpecah-pecah. Berkata Aisyah ra.,”
Engkau melakukan ini, padahal Allah telah mengampuni dosa yang lalu dan yang
akan datang ?!. Berkata Rasulullah saw,
“ Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur ? “ (HR Muslim)
sumber : materi tamhidi (1.1.8.13.083 Syukur).
0 komentar:
Posting Komentar