Selasa, 28 April 2015

Film Indonesia, nasibmu kini…

Staf Komisi Isu Nasional PUSKOMNAS FSLDK Indonesia
Indonesia sudah berumur 64 tahun, tahukah kita semua jika film Indonesia lahir sebelum bangsa ini merdeka. Tetapi Hari Film Nasional diperingati oleh insan perfilman Indonesia setiap tanggal 30 Maret. Tanggal ini ditetapkan sebagai hari lahirnya Film Nasional karena pada 30 Maret 1950 adalah hari pertama pengambilan gambar film “Darah & Do’a” atau “Long March of Siliwangi” yang disutradarai oleh Usmar Ismail. Alasan disakralkannya film “Darah & Do’a” karena film ini dinilai sebagai film lokal pertama yang bercirikan indonesia. Selain itu inilah film pertama yang benar-benar disutradarai oleh orang Indonesia asli dan juga dilahirkan dari perusahaan film milik orang Indonesia asli. Perusahaan ini bernama Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia) Usmar Ismail juga pendirinya.
Film Nasional telah disepakati lahir pada tanggal 30 Maret 1950, namun sebenarnya sejarah pembuatan film cerita di Indonesia yang dulunya bernama Hindia Belanda, sudah dimulai pada tahun 1926. Bahkan sampai tahun 1942 industri film lokal sudah cukup berkembang, meskipun masih kalah bersaing dengan film-film asing terutama dari Amerika. Pada masa itu para pemilik perusahaan-perusahan film lokal adalah orang-orang Cina & Belanda. Judul film cerita yang pertama kali dibuat di negeri ini adalah: “Loetoeng Kasaroeng” yang masih berupa film bisu. Pemain-pemainya adalah orang-orang pribumi, pembuatnya adalah dua orang Belanda: G. Krugers & L. Heuveldorf. Ketika film ini dibuat penduduk di kota-kota besar seperti Batavia, Bandung, Surabaya dll sudah tidak asing lagi dengan pemutaran film yang dulu dikenal dengan sebutan “Gambar Idoep”. Mereka sudah biasa melihat film-film cerita yang berasal dari Amerika, Cina dan Belanda. Penduduk Hindia Belanda khususnya warga Batavia untuk pertama kalinya bisa menyaksikan film di penghujung tahun 1900.
Sampai saat ini banyak sekali film-film yang dilahirkan oleh pegiat seni negeri ini, bermacam-macam obsesi,selain itu Semuanya diuntungkan, mulai dari crew, bioskop, para aktor dan aktris, sponsor, tapi bagaimana dengan para penontonya???? Mendapatkan keuntungankah ? hanya anda yang suka menonton film indoesia yang tau jwabannya.
Jika dahulu penetapan hari film ditetapkan ketika film yang dibuat pada masa itu bergenre Indonesia, lalu bagaimana kini perfilman Indonesia yang mengedepankan kehidupan hedonis, hantu, pocong, ?? jika begini yang diuntungkan hanya para pegiat film saja, sebab nilai-nilai positif dari film- film yang saat ini beredar sangat sedikit sekali nilai-nilai pendidikan. Kita rindu akan karya- karya anak bangsa seperti Laskar Pelangi, Denias, Garuda Di Dadaku, Emak Naek Haji, Alangkah Lucunya Negeri Ini, Sang Pencerah dll. Ini hanya beberapa persen dari jumlah film yang disuguhkan kepada rakyat indonesia.
Mestinya komisi penyiaran Indonesia, lembaga sensor lebih selektif dalam pemeriksaan agar moral anak-anak negeri ini kembali kepada sejarah orang timur, karena semakin bebasnya film Indonesia tak sedikit anak yang melawan orang tua, bolos sekolah, married by axcident, ayah menghamili anaknya, anak smp berani berhubungan di sekolah. Hal ini disebabkan bisa jadi karena suguhan film-film yang tidak senonoh, jangan berdalih bahwa bioskop hanya untuk 18 tahun ke atas lalu dapat disuguhkan dengan film- film yang tidak bermoral. Apakah hanya keutungan materi semata yang di cari oleh pegiat film indonesia???

Peringatan hari film yang ke 51 harapannya film indonesia bisa bangkit dari keterpurukan moral, keutungan tidak hanya milik penonton karena pasti akan banyak yang ingn melihat film-film berkualitas. Dan kepada masyarakat indonesia mesti memilih mana yang punya keuntungan untk anda lihat, jangan buang uang anda hanya untuk lihat film mitos, dan hedonis. Bagaimna ingin go internasional jika perfilman indonesia masih begini- begini saja.

Related Articles

0 komentar:

Posting Komentar

PUSKOMDA NUSRA. Diberdayakan oleh Blogger.

Sample Text

Pages

Theme Support